Pasar kembali diliputi kengerian akan ancaman gelombang kedua wabah. Namun harga logam mulia emas malah flat, kali ini investor dan pelaku pasar tampaknya lebih menyukai uang tunai (cash).
Harga emas cenderung flat pada Jumat (12/6/2020) di US$ 1.727,22/troy ons. Dini hari tadi Wall Street kembali kebakaran. Tiga indeks utama bursa saham New York terbenam di zona merah.
Indeks Dow Jones Industrial Average (DJIA) ambles 6,9%, sementara indeks S&P 500 dan Nasdaq Composite masing-masing terpangkas -5,89% dan -5,29%. CBOE Volatility Index yang menunjukkan ‘ketakutan’ di pasar juga melonjak lagi ke angka 40,79, tertinggi sejak 23 April lalu.
Jatuhnya harga-harga saham di bursa New York dipicu oleh adanya risiko besar gelombang kedua wabah setelah ekonomi dibuka kembali. Mengutip CNBC International, Texas sudah dalam tiga hari terakhir mencatat lonjakan yang sangat tinggi jumlah pasien positif Covid-19 yang dirawat di rumah sakit. Sembilan wilayah di California juga melaporkan melonjaknya jumlah kasus infeksi baru.
Merepons hal itu Menteri Keuangan AS Steven Mnuchin pun angkat suara. “Kita tidak bisa menutup kembali ekonomi” katanya, melansir CNBC International.
Di sisi lain kemarin pasar juga dibuat murung oleh pernyataan The Fed. Bank sentral AS tersebut akan memperkirakan ekonomi AS akan mengalami kontraksi sebesar -6,5% di tahun ini. Tingkat pengangguran tahun ini diperkirakan berada di 9,3%. Jerome Powell selaku ketua The Fed juga mengatakan butuh waktu yang lama untuk memulihkan ekonomi Negeri Adidaya.
Dalam kondisi seperti ini, investor kembali memilih uang tunai. Indeks dolar yang mengukur dolar AS di hadapan enam mata uang lainnya menguat 0,16%.
“Anda memiliki banyak infeksi baru, yang tampaknya membuat investor sedikit ketakutan sehingga cukup banyak orang yang tak mau mengambil risiko dan pada dasarnya mereka menjual semuanya kecuali dolar dan gas alam,” kata Michael Matousek, kepala pedagang di Investor Global AS, mengutip Reuters.
Baca Juga : Wall Street Terperosok, Bursa Asia Ikut Terseok-seok
Selain sentimen yang sedang risk off, penguatan dolar AS juga membuat emas menjadi lebih mahal terutama bagi pemegang mata uang lainnya. Maklum emas ditransaksikan dalam dolar AS.
Namun analis memandang prospek jangka panjang emas masih positif, apalagi The Fed masih akan menahan suku bunga mendekati nol persen untuk jangka waktu yang lama setidaknya hingga 2022.
Emas yang tak memberikan imbal hasil menjadi lebih menarik apalagi dengan adanya ancaman inflasi yang tinggi di masa depan akibat banjir stimulus fiskal dan moneter yang digelontorkan pemerintah dan bank sentral global.
Emas sebagai aset lindung nilai (hedge) terhadap inflasi dan depresiasi nilai tukar menjadi kian menarik dan diburu.
Sumber : https://www.cnbcindonesia.com/market/20200612080840-17-164816/as-terancam-second-wave-harga-emas-ogah-gerak-us–1727